Braindrain Indonesia (1)

Kafil Yamin

a

Melihat Indonesia hari ini, dada terasa sesak ketika mata terbentur ke sosok-sosok politisi murahan, pejabat-pejabat pemerintah yang mentah pikiran dan kerdil mental, dan mungkin ke diri kita sendiri, rakyat yang susah diatur, susah tertib, dan korup juga dalam skala masing-masing.

Tapi nafas terasa lega ketika mata terumpu pada sosok putra-putri bangsa yang seakan menyemprotkan wewangian ke tubuh bunda pertiwi. Untuk menyebut beberapa, antara lain:

Prof Dr. Ken Soetanto. Penemu konsep pendidikan yang kini diterapkan di Jepang bernama ‘Soetanto Effect’, sekaligus pemilik 31 hak paten internasional di bidang rekayasa elektronika, teknologi informasi, pengobatan kanker dan farmasi, serta teknologi pencitraan. 29 hak paten itu tercatat di Jepang, dua di Amerika Serikat.

‘Soetanto effect’ telah mengubah sebuah kampus baru yang 80persen mahasiwanya jenuh, kehilangan semangat belajar, sering bolos, menjadi kampus yang berprestasi tinggi, dan mahasiwanya bergairah. Perubahan dramatis ini, dengan konsep Soetanto Effect, terjadi dalam waktu tak kurang dari satu tahun.

Ia pun penyandang gelar profesor dan empat gelar PhD/Doktor dari empat universitas berbeda di Jepang, masing-masing di bidang rekayasa elektronika dari Tokyo Institute of Technology (1985), bidang kedokteran dari Universitas Tohoku (1988), bidang ilmu farmasi dari Science University of Tokyo (2000), dan bidang ilmu pendidikan dari Universitas Waseda (2003). Semuanya dicapai pada usia 37 tahun.

Lelaki kelahiran Surabaya ini pun bertabur sejumlah penghargaan internasional  yang sangat bergengsi, antara lain: Outstanding Achievement Awards in Medicine and Academia dari Pan Asian Association of Greater Philadelphia, AS; profesor riset terbaik dan profesor mengajar terbaik selama tujuh tahun berturut-turut di Toin University of Yokohama.

Pemerintah Jepang mendanai riset-riset Soetanto sebesar 15 juta dolar [Rp144 milyar] per tahun, sekaligus mempercayakan penyusunan Javanese Government 21st Vision – semacam rancangan GBHN-nya Jepang. Padahal, kini pun ia sudah menjadi anggota komite pengawas di Ministry of Economy, Trade and Industry [METI].

Prof. Dr. Khoirul Anwar. Anda pengguna selpon mutakhir berteknologi 3G? Anda tahu bahwa sudah ada yang lebih dari canggih dari itu, yakni 4G? Nah, ketahuilah sekarang bahwa penemu sekaligus pemilik hak patennya adalah seorang putra Indonesia bernama mirip nama penyair tahun 40an Khairil Anwar itu.

Khoirul Anwar, penemu sistem telekomunikasi 4G berbasis OFDM [Orthogonal Frequency Division Multiplexing] itu, kini bekerja di Nara Institute of Science and Technology, Jepang. Menyandang gelar profesor doktor pada usia 27 tahun dari perguruan tinggi terkemuka di Jepang.

Dia mengurangi daya transmisi pada orthogonal frequency division multiplexing, tapi kecepatanpengiriman data malah meningkat drastis. Temuannya itu mampu menurunkan energi sampai 5db atau 100 ribu kali lebih kecil dari yang diperlukan sebelumnya. Karena itu, temuan brilian ini dihargai juga sebagai green information technology karena hemat energi.

Ia menerima IEEE Best Student Paper award of IEEE Radio and Wireless Symposium (RWS) 2006, California, USA. Tahun 2007, Konsulat Jenderal RI di Osaka tak mau ketinggalan dengan memberinya penghargaan Kontribusi Keilmuan Luar Negeri.

Hak paten kedua yang dimiliki Khoirul tak kurang mencengangkan: dia menghilangkan sama sekali guard interval (GI) untuk mencapai kecepatan lebih tinggi. Bahkan profesornya sendiri sempat mengatakan teknik itu tak mungkin bisa dilakukan, karena tanpa interval jarak, frekuensi bisa baku tabrak. Tapi Khoirul membuktikan anggapan profesornya itu keliru.

Ia meraih gelar master dan doktor dari Nara Institute of Science and Technology (NAIST) pada tahun 2005 dan 2008.

Dr. Irwandi Jaswir. Profesor madya di Departemen Biotechnology Engineering, International Islamic University Malaysia. Ia baru berusia 38 tahun, tapi karya ilmiahnya sudah tersebar di jurnal-jurnal ilmiah internasional, tidak termasuk artikel-artikel ilmiah populer di berbagai media massa.

Pendek kata, doktor muda awak Medan ini tergolong penulis ilmiah yang sangat produktif sekaligus bermutu tinggi.

Tahun 2009, ia meraih posisi ke-2 Anugrah Saintis Muda Asia-Pasifik 2009, di Bangkok, mengalahkan 150 calon dari 23 negara di Asia-Pasifik dalam tiga kategori: bisnis, pertanian dan sumberdaya alam, serta tekologi dan rekayasa.

Dr. Irwandi Jaswir telah menerima 23 anugerah sains di tingkat lokal dan internasional, termasuk medali emas di Geneva pada 2006 atas inovasinya dalam metode pendeteksian lemak babi. Menyelesaikan pendidikan di IPB, Irwandi meraih S-2 (1994-199) dari Universitas Pertanian Malaysia serta S-3 (1997-2000) dari UPM dan The University of British Columbia, Kanada.

Nama Indonesia disebut secara terhormat ketika di pentas internasional ia menggondol anugerah tertinggi Best Innovation Award dalam forum ilmiah World Halal Research Summit 2010, yang berlangsung di Kuala Lumpur Convention Centre.

World Halal Research Summit (WHRS) merupakan ajang tahunan yang diikuti para peneliti dari seluruh dunia dalam bidang penelitian terkait industri halal.

Tahun ini, Irwandi yang juga koordinator riset di Halal Industry Research Centre, IIUM, membawa hasil penelitian bertajuk “Nano-structural properties of alternative collagen for halal industry.”

Hasil penelitiannya menarik perhatian para juri serta kalangan industri, bukan hanya industri makanan, tetapi juga dari industri kosmetik dan farmasi. Dalam riset terkait halal, Dosen Terbaik IIUM 2010 ini pernah memenangi Medali Emas dalam kompetisi inovasi di Jenewa pada 2006 untuk riset tentang metode cepat analisa lemak babi.

Dr. Warsito. Penemu sekaligus pemilik hak paten ECTV [Electrical Capacitance Volume Tomography], atau pemindai empat dimensi pertama di dunia. Saking monumentalnya, temuan Warsito langsung dipakai NASA. Teknologi ini sangat diperlukan untuk industri perminyakan. ECVT adalah sistem pemindai berbasis medan listrik statis yang mampu menghasilkan citra obyek volumetrik dan real time [seketika].

Ia mengembangkan teknologi itu di laboratoriumnya yang hanya berupa ruang berukuran 5 x 8 meter di sebuah ruko berlantai dua di Tangerang. Ruko sangat sederhana. Tapi karyanya itu diluncurkan pertama kali di Koffolt Laboratories, Department of Chemical and Biomolecular Engineering, Ohio State University, Columbus, Ohio, Amerika Serikat, November lalu.

Warsito meraih gelar pendidikan S1 s.d S3 di Shizuoka University, Jepang. Dia adalah Ketua Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) dan Ketua Dewan Penasehat Institute for Science and Technology Studies (Istecs).

Ini belum menyebut Johny Setiawan, yang memimpin sebuah tim pengamatan benda-benda langit di Max Planck Institut fur Astronomie (MPIA),  Jerman, dan menemukan sebuah planet terasing di sebuah galaksi mini di seberang galaksi Bima Sakti.

Masih ada sederet nama lain. Daftar di atas sekedar contoh.

***

MEREKA mengabdikan ilmunya di negeri orang, kecuali Dr. Warsito. Ketika pembawa acara KickAndi, Andi F Noya bertanya kepada Khoirul: “Kenapa anda tak mengabdikan ilmu anda di Indonesia?” Kecerdasannya seperti terhenyak untuk sekedar menjawab pertanyaan sederhana ini. Lama dan berat. Dan Bung Andi cukup bijak untuk segera membatalkan pertanyaannya: “Baik. Tak usah dijawab. Kita sudah tau jawabannya. Kalau dijawab malah sakit hati kita nanti.”

Saya pun tak akan ikut menjawabkannya. Toh kita semua sudah tahu. Namun saya ingin menyampaikan informasi bahwa hampir semua mereka adalah penerima beasiswa dari perguruan tinggi dan perusahaan asing. Dan juga dihargai habis-habisan oleh lembaga-lembaga dan negara-negara asing.

Panasonic memberi beasiswa kepada Khoirul ‘hanya’ belasan ribu dolar. Bagi perusahaan-perusahan kita, swasta dan BUMN, jumlah itu tergolong tak seberapa. PT Bumi Resources milik tuan Aburizal Bakrie memberi upah 4 milyar rupiah kepada tuan Gayus Tambunan untuk sekedar pekerjaan ‘administrasi’. Andai saja perusahaan dalam negeri atau lembaga negara yang menyekolahkan Khoirul dan kawan-kawannya di atas, saya yakin mereka sudah banyak berbuat untuk negara Indonesia.

Nama mereka berikilau di dunia internasional. Tapi saya ingin menyebut pihak yang sangat berhak tapi luput disebut, yakni orangtua mereka.

Ayahanda Khoirul adalah petani yang tidak sempat menamatkan SD. Namun bisa menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi. Ibunya ibu rumah tangga. Demikian pula orangtua Irwandi Jaswir.

Petani miskin, sebutlah demikian, yang tak pernah diuntungkan oleh kebijakan pemerintah yang selalu mendewakan investasi asing dan perdagangan bebas. Yang bertahan antara hidup dan mati di antara deras arus barang-barang asing yang tak mampu mereka saingi. Tidak ada bank yang mau memodali pertanian kecil — sampai detik ini. Tapi yang memodali pembelian mobil mewah sangat banyak.

Toh, meskipun tak dibela pemerintah, mereka mengurus anak-anak mereka sampai mencapai prestasi yang mengharumkan nama bangsa.[]

2 thoughts on “Braindrain Indonesia (1)

  1. Vyan RH

    Hanya bisa nyengir baca “tak perlu dijawab karena akan menyakitkan hati” … beruntunglah mereka mendapat kesempatan walaupun dari luar negeri, padahal masih banyak lagi karya2 anak bangsa yang telah dimanfaatkan tanpa pembuatan hak paten…
    Seneng aku baca ulasan tokoh2 seperti ini.. membangkitkan semangat..!!!

Leave a comment