Kekayaan Ungkapan Sunda sebagai Medium Spiritual

Oleh Moeflich Hasbullah

a

Gusti Panineungan

Nun Gusti panineungan abdi
basa aya méga nu ayang-ayangan
basa langit béngras nutug nutup teuteup jeung pangharepan
basa langit biru kulawu nyingraikeun hujan
basa aya beungeut némbongan
beungeut nu embung paturay
lir lengkung katumbiri nutug leuwi


Nun Gusti panineungan abdi
basa suku nincak sawah urut dibuat
basa jangkrik ngingkrik na taneuh nu beulah rék kagaringan
rabeng jeung beunceuh lir nu keur ulin ajrag-ajragan
basa piit jeung bondol ting keleber néang heucak panyésaan
aya séah angin na dapur awi
hiliwirna tandes ngagebah lamunan

Duh Gusti
mangsa layung beureum tilem ti béh kulon
mangsa panon abdi sakeudeung deui peureum
teu ngiceup-ngiceup ngajapapang nyangirah ngulon

Duh Gusti
panineungan abdi, panutan abdi
nu teu wéléh kadeuleu
jeung wéléh neuteup jeung neuleu
iraha Gusti… urang tepang deui??

a

copy-of-syeh3.jpgDi atas adalah salah satu puisi dari lima puisi yang menjadi pembuka Kitab Paradigma Hikmah Lima (PHL) ajaran Endang Somalia. Mungkin benar, seperti kata sastrawan Sunda, Kang Haji Usep Romli HM, dalam ulasannya terhadap karya Sastra Endang Somalia dalam Majalah Mangle (No. 1995, hal. 16-17), bahwa puisi itu belum tentu memenuhi standar dan “pakem” perpuisian, terutama puisi Sunda. Tapi apa yang segera tertangkap dari puisi tersebut, sama dengan Kang Usep, adalah kentalnya nuansa penggunaan ungkapan basa Sunda buhun (kuno). Puisi itu mengurai kecintaan seorang hamba yang merindukan perjumpaan dengan Tuhannya. Puisi-puisi sufistik Sunda yang menggambarkan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya itu ada lima judul: Gusti Pangeran, Gusti Pangawulaan, Gusti Panyaluuhan, Gusti Pananggeuhan dan Gusti Panineungan. Selain itu ada lima lagi puisi yang menguraikan penghampiran seorang hamba kepada dimensi-dimensi Tuhan yang berbeda-beda yaitu: Nu Jadi Pangbalikan, Nu Jadi Pamuntangan, Nu Jadi Pangdeuheusan, Nu Jadi Panaheunan dan Nu Jadi Pamentaan. Puisi-puisi itu memiliki ciri khas yang sama yaitu kekentalan penggunaan ungkapan Sunda buhun. Siapakah Endang Somalia dan apakah kitab Paradigma Hikmah Lima (PHL)? Endang Somalia adalah Dosen IAIN Sunan Gunung Djati kelahiran Subang Tahun 1956. Wafat April 2005. PHL adalah kumpulan ajarannya berupa ilmu taubikhiyah yang hingga kini masih dikerjakan oleh penulis (saat ini baru 800 halaman). Nama Endang Somalia tidak dikenal dalam khazanah ahli bahasa dan sastrawan Sunda. Tapi membaca dan memperhatikan isi kitab itu, ternyata ungkapan-ungkapan sastra Sunda Endang, tidak sembarangan. Perhatikan lagi salah satu puisinya tentang Indung, berjudul Cinyusu Indung Keur Nu Hurung Nangtung:

Cinyusu Indung Keur Nu Hurung Nangtung

Anaking,
bruy bray béntang raweuy na gugunungan
rébuan cika-cika reup bray dina mahkota
suku nincak hurung ngaburicak
leungeun ngagandeuang cahyana mangpirang-pirang

Bral anaking
caangan dunya nu poék mongkléng
lantéraan haté nu simpé jempe
sangkan caang mabra kamana-mana
ambéh léngkah suku teu kabawa sakaba-kaba

Gur, seuneu geura hurungkeun
sangkan cai nyéngsréng dina sééng
suluhna satangkarak jagad
caina satungkebing langit

Jug, geura leumpang anaking
geura salusur tirilik pasir pangreureuhan lambak
geura kuribeng leuweung nu peteng
geura papaés kahirupan nepi ka écés
geura peuraykeun cimata nu ngagenduk na juru panon
sangkan palid salaksa bebendon

Bral… bral anaking
hariringkeun dangding ka éling
geura suarakeun gending panyaring

Sama dengan tentang Tuhan, tentang Indung pun berjumlah lima. Yang lain berjudul Cinyusu Indung Keur Nu Jucung, Cinyusu Indung Keur Nu Jadi Pangagung, Cinyusu Indung Keur Nu Nanjung, Cinyusu Indung Keur Pangjurung. Seluruhnya puisi itu baru berjumlah 20, tapi ungkara-ungkara Sunda baheula semacam itu banyak sekali tersebar dalam PHL. PHL ditulis, dikumpulkan dan diedit oleh penulis sendiri, sejak tahun 2002, agar pikiran-pikiran Endang Somalia terdokumentasikan menjadi karya yang menarik, penting dan bisa dibaca. Hasilnya sungguh luar biasa: sebuah karya yang belum pernah ada sebelumnya. Endang sendiri matanya mengalami kebutaan sejak tahun 2002 akibat penyakit diabetes yang dideritanya sejak tahun 1995 hingga kini. Badannya kurus, hanya berbaring, kalau bepergian digendong dan mendekati kelumpuhan. Tapi sejak itu, ia memiliki kemampuan luar biasa: otaknya semakin cerdas, hati dan mata batinnya makin peka dan tajam, tidak tidur (seperti orang biasa) sudah setahun lebih, dan mengajarkan tak henti-hentinya ajaran-ajaran tentang kehidupan dan pemahaman Islam yang relatif baru. Sambil berbaring, ia mendiktekan ilmunya. Proses perekaman dan penulisan ilmu ini sudah berjalan dua tahun. Ketika menguraikan dan mambahas salah satu masalah, ia sanggup berbicara 16 jam (bahkan bisa lebih) tanpa henti, kecuali makan dan shalat. Dalam rangka mengajarkan, menuliskan dan mengamalkan ilmu yang dimilikinya, kini terbentuk komunitas kecil bernama Mata Air Bening Jama’ah Taushiyah Syaghafan yang rutin mengadakan pertemuan untuk mengkaji PHL. Kemampuan Endang menggunakan ungkapan Sunda misalnya terlihat lagi dari ajaran Tampian Imah Pamiaraan yang ia tulis sebagai bekal moral dan kebahagiaan untuk keluarga-keluarga Muslim dengan setting sosial kultural alam Sunda, sebagai berikut:

Tampian Imah Pamiaraan
(1) Betah diuk betang nangtung betah usuk nahan kuluwung
(2) Raos tuang raos sidengdang, genah mulang ti pagawean
(3) Pare na keur sedeng beukah, lalab ngahunyud di pipir imah
(4) Tulang wesi huntu waja, pihatur sang resi ujar ning bujangga
(5) Rep sidakep beungeut nyanghareup, nyambut gawe nuturkeun karep.

Dari mana Endang punya kemampuan Sunda bernuansa baheula seperti itu, padahal namanya tidak dikenal di kalangan para sastrawan Sunda? Wallahu’alam. Yang jelas, tidak ia dapatkan dari proses belajar sebelumnya. Ada perhatiannya pada sastra Sunda sejak mahasiswa, tapi hanya sebatas membaca novel, tidak semendalam pengetahuan dan kemampuannya kini setelah ia sakit. Makanya, karya sastranya menjadi menarik untuk dikaji karena beberapa alasan: Pertama, menyimak penguasaan dan kemampuannya menggunakan dan menguraikan istilah-istilah dan ungkapan-ungkapan Sunda buhun menjadi bahasa-bahasa simbol, adalah satu kemampuan yang langka dimiliki oleh para sastrawan Sunda sejak angkatan baheula, katakanlah sejak Haji Hasan Mustapa, sampai generasi baru kini. Kedua, karya Endang ini seperti menyimpan misteri bahwa beberapa abad ke belakang, di Sunda, ada seorang tokoh ulama tasawuf yang belum terungkap dalam sejarah, dan kini secara spiritual ia menurunkan dan mengajarkan ilmunya kepada Endang. Ketiga, dari karyanya terlihat ternyata bahasa Sunda menyimpan kekayaan makna luar biasa dalam menampung simbol-simbol pengetahuan, kehidupan dan sipiritual, seperti akan kita lihat dari pembahasan tentang PHL di bawah ini.

Tentang Paradigma Hikmah Lima

Kitab PHL terdiri dari 200 halaman lebih (belum selesai), berisi sekitar 600 topik/masalah. Satu topik berisi satu pernyataan masalah dan lima konsep/istilah jawabannya. Karena semua topik ini berisi ajaran tentang berbagai aspek kehidupan maka topik-topik ini disebut sebagai ajaran. Ajaran-ajaran yang topiknya sama (diantaranya tentang cinta, tentang bisnis, hubungan orang tua anak, rumah tangga, kepemimpinan, hubungan kemanusiaan, cara penggunaan uang, pergaulan, cara memahami Al-Qur’an, sunan dan kewalian, musibah, kegiatan politik, nasehat, gagasan dan pesan, keadilan, taubat, kematian, sasaran amal, kelompok manusia menurut Al-Qur’an, cara kenempatkan kenabian, keimanan, khasiat air, utang, dzikir dan lain sebagainya), dikelompokkan dan berjumlah 80 kelompok ajaran. Setiap ajaran selalu berisi lima buah konsep/istilah. Jadi, seluruhnya terdapat sekitar 600 ajaran dan 3000 konsep/istilah. Konsep-konsep atau istilah ini tertulis dalam empat bahasa: Indonesia, Inggris, Arab dan Sunda. Jumlah masing-masing konsep: Indonesia 750, Inggris 30, Arab 60 dan Sunda 1.260. Dari seluruh konsep/istilah baru sekitar 10% yang sempat dituliskan penjelasannya. Ada yang tersirat disini, yaitu bahwa karya ini cukup mengagumkan. Menyusun dan merangkai 3000 istilah itu adalah sebuah kemampuan luar biasa. Selain seluruh istilah itu tidak ada yang sama, semuanya memiliki masing-masing pengertian/penjelasan yang berbeda dan konsisten. Kemudian, setiap topik selalu terdiri lima konsep/istilah. Tampak kuat, bahwa karya ini tidak mungkin dikerjakan tanpa keistimewaan. Kalau seseorang sengaja berniat menyusun susunan seperti itu, dengan jumlah ribuan, dikerjakan dengan kesadaran manusia biasa atau “orang kebanyakan,” kecil kemungkinannya akan berhasil. Apalagi ribuan istilah itu bernuansa pantun, yaitu bunyi ujung katanya sama (Sunda: sejenis paparikan).

Kekayaan Ungkapan Bahasa Sunda

Yang ingin diinformasikan dan ditelaah disini adalah khusus konsep-konsep/istilah yang khusus berbahasa Sunda yang berjumlah sekitar 1.260 itu. Diharapkan informasi ini menarik dan menjadi inspirasi serta masukan penting bagi para ulama senior Sunda dan ahli bahasa/sastra Sunda untuk kajian selanjutnya. Selain dari 15 lebih karya puisi Sundanya, Endang Somalia menggunakan ungkara-ungkara (ungkapan-ungkapan dan istilah Sunda buhun) menjadi konsep-konsep yang menyimpan kekayaan makna dan kedalaman bahasa Sunda yang luar biasa tentang bermacam persoalan agama dan kehidupan. Ini bisa menjadi semacam pegangan ajaran kehidupan bagi urang Sunda.

Istilah-istilah yang diungkap di bawah ini tidak akan ditulis dengan penjelasannya karena keterbatasan tempat. Misalnya, ada lima perilaku yang harus dihindari oleh seorang Muslim bila sedang berusaha meningkatkan keimanannya: Heheotan, tutunggulan, tatabeuhan, balakecrakan, eak-eakan. Ada lima hal yang harus diperhatikan ketika melaksanakan ajaran Nabi: Sabisana, salobana, sakabedagna, sahinasna, sarasana. Lima ketidaksempurnaan orang dalam memahami Al-Qur’an: Noel, coel, newel, bedel, bordel. Cara menghadapi serangan orang-orang yang derajat dan kelakuannya seperti binatang: Dijekok ngarah dekok, dibekok ngarah mabok, dibelok ngarah colohok, disodok ngarah kapok, ditarok ngarah kerok. Ada lima hal untuk mengukur kaulitas ibadah seseorang: Manjing, jinjing, nguriling, meuting, geuing. Durasi kegiatan ibadah manusia ada lima: Tatapa, beunta, meta, kersa, seba. Nilai-nilai yang terdapat dalam ibadah ritual shalat ada: Nangtung, bengkung, munjung, menekung, papayung. Sedangkan ciri-ciri seorang yang mengaku Muslim tapi dia sesungguhnya tidak mengerjakan shalat adalah: Ngaji teu jeung pangajina, nguji teu jeung pamatrina, ngajen teu jeung pangajena, beberes teu jeung roesna, gumantung teu jeung gantungananan. Ibadah haji mengandung lima simbol yang harus diperhatikan: ditingker (thawaf), diuber (sa’i), disengker (tahalul), dicehcer (jumrah), dipager (ihram). Bentuk-bentuk pemberian sesuai kemampuan, ada: rieus, giles, pites, peres, angles. Ciri-ciri bahwa amal seseorang sudah berada dalam ridha Tuhan: Reureuh jeung peureuhna, akal jeung akeulna, beubeureuh jeung deudeuhna, keukeuh jeung peuteukeuhna, nyeuseuh jeung seubeuhna. Nilai-nilai yang terkandung dalam istilah fastabiqul khairat: nyambat, nguliat, ngorejat, mesat, lumpat. Jenis-jenis rizki yang menyebar diantara manusia: rizki balarea, rizki sarerea, rizki lir sagara, rizki nu ngamuara, rizki nu nyaliara. Pemenuhan kebutuhan orang yang harus ditolong: pangaruh, pangaweruh, pangabutuh, pamatuh, pameruh. Pandangan orang lain yang tidak boleh ada tentang kita: ulah pikasieuneun, ulah pikaeraeun, ulah pikarunyaeun, ulah pikageuleuheun, ulah parabeun. Situasi pergaulan yang harus dihindari karena akan mencelakan dirinya: Ngeplok, recok, nyeblok, ngelok, tamplok. Respon-respon yang bisa dilihat untuk melihat kualitas seseorang: ukur ngorejat, ukur nguliat, ukur penyeumbat, ukur sasambat, ukur hajat. Kriteria orang yang tidak boleh dijadikan sahabat: sulit ati belang bayah, belik hate nepi ka siwah, panasaran nepi ka owah, hirup ceuyah tapi awuntah, kuduna leah kalahkah seah. Ada lima strategi menghadapi orang yang berniat buruk pada kita: cikur, cokor, ceker, cukur, cakar. Kelompok orang-orang yang harus dibantu ditangani: cupak-capek, kudak kadek, tuak-taek, kulat-kelet, rurat reret. Lima aliran pemikiran Islam yang abadi: Kotret, potret, pelet, luut-leet, atret. Hal-hal yang harus diperhatikan kaum ilmuwan untuk menghidupkan hatinya: deuk kumawula, deuk mirosea, deuk miriksa, deuk miraksa, deuk milara. Sikap mental yang harus dibangun dalam pasangan kerja: gayung-gentong, kelentrung lodong, wuwung payung, gantung kalung, hurung nangtung. Tingkat pencapaian prestasi kerja ada lima: unggut kalinduan, gedag kaanginan, baseuh kahujanan, garing kapanasan, leumpeuh kapiuhan. Pandangan seorang Muslim terhadap lingkungan kerjanya terbagi ke dalam lima wilayah: tegal pangperangan, tegal pepelakan, tegal pangangonan, tegal pangulinan, tegal paniisan. Lima wilayah pelanggaran ajaran Tuhan oleh manusia: birahi, nganyenyeri, ngarurugi, nyiliwuri, rajapati. Tingkat-tingkat kebenaran itu ada lima tahap: patok, kolotok, borontok, osok, suksok. Jaminan Kemuliaan Hidup Bagi Orang yang Mendapat Petunjuk: tawur agung, aji luhung, tingkeb payung, paseuk gunung, sanggup tarung. Akibat yang akan dirasakan bila salah memperlakukan benda: nolol, magol, ngarengkol, mengkol, ngageol. Masalah rumah tangga selayaknya diselesaikan melalui tahapan-tahapan: tamas, rimasbas, pulas, papas, abdas. Sebuah konflik dan pertengkaran harus segera diselesaikan: lamun seuneu geus ngebela-bela, lamun cain geus semet dada, lamun angin geus meunggaskeun kalapa, lamun dor dar gelap geus karasa, lamun mahluk durjana geus sakaba-kaba. Ciri-ciri benarnya agama dalam konsep kehidupan: gampang, hampang, nimbang, beunang, baranang. Perasaan yang dirasakan saat seseorang menerima kebenaran agama: urug, nyurug, nutug, nyentug, ngurug. Syarat perilaku seorang pemimpin: mun tali jeung asihna, mun mulus jeung banglusna, mun sehat jeung tabe’atna, mun anggang jeung deukeutna, mun jangji jeung paheutna. Metoda pendidikan Khidir kepada Musa: deuleukeun, regepkeun, tengetkeun, rarasakeun, tarjamahkeun. Wilayah-wilayah cinta yang dirasakan: kapi ati, genah ati, ngeunah ati, kabeuli ati, kabeulit ati. Ciri-ciri orang yang perlu diwaspadai saat kita bergaul dengannya: nangkeup mawa eunyeuh, euweuh tinggal geugeuleuh, huap kalah teu seubeuh, pangjeujeuh kalah paciweuh, reup peureum kalah ka cileuh.

Di atas baru sedikit konsep-konsep atau istilah Sunda yang menyimpan makna yang mendalam tentang berbagai masalah. Sisanya, masih ribuan, tertulis dalam kitab PHL. Endang Somalia sanggup menjelaskan seluruh konsep-konsep atau istilah-istilah tersebut itu diluar kepala. Darimana dan bagaimana Endang sanggup menyusun ribuan istilah itu dengan penjelasannya yang konsisten? Wallahu ‘alam. Pada banyak topik, konsep-konsep itu tidak berbentuk istilah-istilah atau kata, tapi ungkapan yang cukup sulit untuk difahami terutama oleh generasi orang Sunda kiwari. Misalnya, indikasi orang-orang yang sikap dan tindakannya merusak agama:

1. Pelentung suung nandé panyawéran, rarancak hiber nantang cihujan.
2. Lengkung asiwung sapasi bulan na, jungkiring gunung papak mégana.
3. Undur-undur ngaliang ditétéang, awakna pondok dipanjang-panjang.
4. Jalan nanjak seunggah mudun na, péngkolan jadi pananyaanana.
5. Gawé teu metu dirawu dipangku, ucap teu nyata dipuja didama-dama.

Atau indikasi orang-orang yang tidak memiliki ilmu dalam menghadapi persoalan yang dihadapinya (tafsir taubihiyah terhadap ayat “wala takfu laisa laka bihi ilmun”) :

1. Éngkang-éngkang napak sancang, belut mubuy kudu di kukuy.
2. Leuwi jero kerelep séro, leuwi déét meri nu récét.
3. Turub-turub gunung urug, mega peuray caina nyurug.
4. Walét nyayang patétéép, jelegur lambak batu na séép.
5. Bajing diberik lumpatna tarik, naheun bubu hurang ngabentrik.

Perlu dijelaskan, bahwa ribuan istilah (Indonesia, Inggris, Arab dan Sunda) itu semuanya berfungsi sebagai simbol-simbol. Simbol-simbol kata itu menyimpan dan menjelaskan sebuah masalah. Proses simbolisasi terbentuk dari fokabulari apa saja yang hidup dalam masyarakat, tapi ketika dijelaskan, simbol kata itu memiliki kaitan sosial-filosofis-kultural dengan kehidupan secara umum. Berkenaan dengan bahasa Sunda, ada lima keistimewaan disini: Pertama, kemampuan menguasai jumlah fokabulari/kata Sunda, apalagi Sunda buhun. Kedua, kemampuan menginventarisir dan menyusun simbol-simbol kata itu menjadi sebuah pola yang tetap berjumlah lima. Ketiga, ribuan kata-kata itu ujungnya berbunyi sama (mirip pantun atau paparikan). Keempat, menguasai seluruh penjelasan-penjelasan istilah itu secara konsisten. Kelima, masalah-masalah atau topik-topik yang ditulisnya itu sangat variatif, menyangkut berbagai aspek kehidupan.

Komparasi dan Posisi
Lewat karyanya ini, Endang Somalia, menurut hemat penulis, sesungguhnya sedang melahirkan pendekatan baru atau menyusun ajaran baru tentang pemahaman Islam dan kehidupan sebagaimana para ulama atau para pemikir Islam zaman dulu telah merintisnya melalui pendekatan yang dibuatnya masing-masing. Ajaran Endang –yang urang Sunda modern ini—dibangun melalui pola atau paradigma “hikmah lima” yang belum dilahirkan ulama lain sebelumnya, di tatar Sunda atau bahkan di dunia Islam. Anggapan ini menjadi mungkin mengingat PHL memang sebuah karya orisinil. Metode ini, sejauh ini, belum ada dalam buku dan kitab apapun. Yang ada mungkin hanya kemiripan. Misalnya, Usep Romli mencatat, PHL ini ada kemiripan dalam gaya dengan kitab Al-Munabbihat alal Isti’daat li Yaumil Ma’ad karya Ibnu Hajar al-Asqalani (abad ke-9). Isinya mirip dengan “hikmah lima” yaitu dari “dua sampai ke sepuluh.” Karya Ibnu Hajar tersebut disyarahi, diulas dan dikomentari oleh Syeh Imam Nawawi al-Bantani menjadi kitab Nashaihul Ibaad yang banyak dikaji di pesantren-pesantren. Namun, rupanya Usep harus mengakui kelebihan karya Endang ini yaitu “dalam kemampuannya menggunakan bahasa Sunda menjadi aforisma-aforisma yang mengandung hikmah untuk direnungkan.” Sama dengan Usep, sejarawan senior, Ahmad Mansur Suryanagara, mengakui kelebihan PHL adalah “kemampuannya memparadigmakan atau mempolakan problema kehidupan yang dibacanya dalam penuturan hikmah serba lima. Walaupun membahas berbagai problema kehidupan, analisisnya, tetap terbagi kepada pola lima, dan dituturkan dalam bahasa hikmah yang sangat menakjubkan. Tentu untuk mampu memparadigmakan yang demikian itu, memerlukan aktivitas kontemplasi atau perenungan yang dalam.” Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam dan Dosen Pascasarjana IAIN SGD, dalam kata pengantarnya di PHL, menjelaskan, selama ini, para pemikir telah memahami dan menjelaskan Islam melalui cara-cara teks, fikir (ra’yu) dan rasa (dzauq). Yang terbaik dari ketiga metode ini, menurutnya adalah gabungan ketiganya. Ajaran Endang, menurut Tafsir, agaknya mencoba merintis gabungan ketiga metode tersebut. Dalam sejarah, metode ini sebelumnya telah dirintis oleh Imam Al-Ghazali, dilanjutkan Mulla Shadra (al-Maqtul atau al-Syahid). Pengantar ke metode ini disebut Ilmu Hudhuri.

Dari aspek bahasa, sebagai fokus tulisan ini, bagi para ulama/kiayi sepuh dan peminat bahasa dan sastra Sunda, PHL ini sangat menarik. Ia mengungkap tentang kekayaan ungkapan dan kedalaman makna Bahasa Sunda terutama sebagai medium spiritual Islam. Keberhasilan Islamisasi para wali dan ulama dulu di wilayah Sunda sangat mungkin ditunjang oleh kekayaan bahasa Sunda seperti ini. Karena, kelenturan bahasa akan menciptakan kelenturan dakwah dan penyebaran agama. Bila asumsi ini benar, maka kekayaan ungkapan Sunda telah berperan penting dalam proses penyebaran Islam dan proses internalisasi pesan-pesan agama ke dalam hati sanubari dan perasaan orang Sunda, sehingga Islam mudah diterima masyarakat. Inilah kelebihan dakwah kultural. Lebih jauh lagi, setuju dengan Usep Romli, banyak tabir mungkin akan terkuak dan banyak harapan mungkin akan muncul tentang bahasa dan sastra Sunda, bila para inohong bersedia meluangkan waktu urun rembug untuk tela’ah dan pengkajian lebih jauh lagi tentang kitab ini. Wallahu a’lam!!!

4 thoughts on “Kekayaan Ungkapan Sunda sebagai Medium Spiritual

  1. yayat hendrayana

    sae tah kang….abdi kataji pisan kana hal eta….ti mana abditiasa kenging kitab eta kang?

  2. Hatur Nuhun. Pido’ana weh ti Kang Yayat, Insya Allah, nuju diserat keneh ku abdi, nembe 950 halaman. Engke ge lami-lami bakal ngadangu atanapi bakal terang upami tos diterbitkeun.

  3. Adi

    Maos ringkasanna meni nyentug kana hate ajaranna Kang Endang teh..Iraha kinten2 kitabna reres kang..hoyong pisan ngulik ajaranna kanggo nambih2 pangaweruh..hatur nuhun ..

  4. Ujang sutisna

    Hatur nuhun Kang,,, ieu bewara anu di serat ku salira, pamugi janten motivasi kanggo sadaya nonoman sunda hususna,umumnamah kanggo saha bae anu mika resep tur mika cunta kana elmu. terutaminamah sangkan beuki tigin dina ngaronjatkan harkat martabat urang sunda, gening sundateh beunghar pisan seg saupami di koreh, di kali, diropea,diaji, tur diprakeun dina kahirupan sapopoe.

Leave a comment